Melestarikan Hutan, Melestarikan Kehidupan


15 tahun lalu, saya termangu di depan loket apotek klinik dekat rumah. Saya menatap keranjang obat atas nama saya yang diberi oleh apoteker. Obat apa ini, banyak sekali? Bentuknya besar-besar dan banyak macamnya. Hari-hari berlanjut dengan saya harus rutin minum obat ini, bahkan sampai harus di x-ray karena kondisinya begitu parah. Pada konsultasi kesekian kalinya, saya harus ikhlas menerima dengan lapang dada kalau saya terkena paru-paru basah. Panjang sekali pengobatan kala itu, hampir 6 bulan lamanya. 

Kok bisa sakit mut? Yaaa kala itu asap kembali datang dan cukup parah. Sehingga sekolah pun diliburkan. Eh saya kebagian pula dapat sakit, yaa untung saja support keluarga sangat kuat. Sehingga saya bisa sembuh dan kembali beraktifitas seperti sediakala, hingga hari ini. 

Jujur saja, kasus asap ini adalah kasus bencana yang tidak ada habis-habisnya hadir di Riau. Kasus yang dihadirkan sendiri oleh masyarakat disini juga. Maklum, hutan dibuka dengan cara praktis, main bakar aja biar cepat. Cepat sih cepat, tapi dampaknya bukan main. 

Belajar melestarikan hutan 

Nah pada kesempatan kali ini, saya ingin bercerita mengenai pengalaman saya mengikuti “Forest Talk”. Event ini mengangkat tema “Menuju pengelolaan Hutan lestari”. Diadakan oleh yayasan dr sjahrir dan menghadirkan pembicara handal di bidang ini. Yayasan Doktor Sjahrir merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk untuk meneruskan warisan DR.Sjahrir (alm) dan bergerak dibidang Pendidikan, kesehatan dan lingkungan, sedangkan The Climate Reality Project Indonesia, merupakan cabang dari The Climate Reality Project, mendukung kerja lebih dari 300 pemimpin iklim di Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang dan termasuk para pemimpin bisnis, profesional, pendidik, atlet, musisi, ilmuwan, aktor, pelajar, dan pemuka agama". 

Pada acara ini terbagi dalam dua sesi, yakni sesi pertama berupa seminar dan sesi kedua kunjungan ke Desa Makmur Peduli Api. Pada sesi pertama diisi oleh ada 4 narasumber yang akan Sharing tentang pengelolaan hutan yaitu, Dr. Amanda Katili Niode, Manager The Climate Reality Indonesia, Dr. Atiek Widayati Perwakilan Tropenbos Indonesia, Murni Titi Resdiana, Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Indonesia yang kebetulan berhalangan hadir, dan Bapak Tahan Manurung dari Asia Pulp and Paper. 

Pembicara pertama Dr Amanda membahas mengenai perubahan iklim yang cukup drastis, memang sih sadar banget hari-hari yang kita jalani hari ini terasa lebih gerah dan cuaca yang tidak menent. Padahal dulu kita bisa dengan mudah memperkirakan 2 musim yang ada di Indonesia musim penghujan dan kemarau. Sesi kedua diisi oleh Ibu Murni, nah disini ibu murni banyak memberikan banyak informasi yang menarik. Secara ga sadar, gaya hidup kita sekarang itu sangat tidak minimalis dan banyak menyumbang limbah. Sebut saja limbah fashion misalnya betapa kita banyak membeli pakaian tanpa memikirkan penggunaan jangka panjang. Asal diskon beli, asal buy one get one beli. Eh jujur nih itu juga terjadi pada saya, berhubung perkuliahan saya sudah usai, saya ada menyempatkan merapikan pakaian. Cukup pedih sih hati ini, menumpuk banget pakaiannya. 

Padahal sekarang sudah banyak pilihan produk fashion yang lebih bagus tapi tahan lama, seperti kain tencel, lalu untuk produksi menggunakan pewarna-pewarna alami. Kemudian bahan daur ulang. Sungguh harus kembali difikirkan kembali langkah-langkah kedepan untuk lehidupan ini 

Berkunjung ke Desa Makmur Peduli Api 

Jujur saja saya masih baru-baru ini mengenal desa-desa binaan perusahaan. Desa pertama yang saya kenal dibina oleh perusahaan adalah Desa Sukajaya, itu desa yang butuh waktu sekitar 45 menit perjalanan dari rumah saya di Perawang. Dari situ saya mengenal bagaimana bentuk desa binaan. Ya memang desa-desa terpencil yang berada disekitar perusahaan. Di desa tersebut masyarakat diberi bantuan pembuatan sumur, wc serta pembinaan keterampilan. 

Nah kali ini menjadii pengalaman baru bagi saya mengunjungi Desa Makmur Peduli Api. Membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan ke desa yang berlokasi di kampar ini. Di desa ini masyarakat dibina dari berbagai sisi, yang paling banyak di sektor perekonomian. Wih disini produk-produk kuliner cukup berkembang lho. Kemarin ibu-ibu mendemokan pembuatan keripik tempe dan keripik pisang. Wahhh saya baru tahu kalau buat keripik pisangnya mereka langsung memarut pisangnya langsung ke penggorengan. Hasilnya renyah ga berminyak yang berlebihan. Selain itu juga ada pembuatan kerajinan tudung saji dengan bahan-bahan dari alami. Ya seperti dari dedaunan dan di hias manual. Kreatif pokoknya... 

Saya cukup senang bisa berpartisipasi di acara kali ini, masih ada waktu 5 bulan lagi menjelang 2020. Masih ada waktu untuk berbenah diri dan menjadi orang yang lebih baik untuk diri sendiri dan lingkungan.

5 komentar

  1. Wah bener banget tuh Mbak, menjaga dan melestarikan hutan itu memang sangat dibutuhkan

    BalasHapus
  2. Dengan melestarikan hutan bisa menjadikan kehidupan menjadi lebih baik lagi ya

    BalasHapus
  3. Wah iya nih Mbak, sebisa mungkin kita juga harus menjaga kelestarian hutan ya

    BalasHapus
  4. pengobatan 6 bulan, saya pun pernah melaluinya, terasa berat jadwal yang ketat agar tidak disuruh mengulang kembali dari awal, belum beberapa efek samping dari obat yang beberapa harus saya rasakan. alhamdulillah sekarang sudah dinyatakan sembuh

    BalasHapus